Search This Blog

Tuesday 5 August 2014

Lele Sangkuriang II Cepat Dipanen dengan Ukuran Lebih Besar



Bisa dibilang, budidaya lele (pembesaran, red), relative mudah dilakukan masyarakat. Pembudidaya bisa memanfaatkan lahan pekarangan rumah untuk memelihara lele. Kolamnya pun bisa dari terpal, ataupun kolam semen. Hal itu bisa dilhat dari puluhan kolam ikan lele terpal menghampar luas di lahan budidaya milik Shaleh di Bogor. Sudah 20 tahun terakhir ini dirinya menggantungkan harapan dari budidaya lele.
Berkat lele, Shaleh sudah mampu menghantarkan anaknya meraih gelar Doktor dan Sarjana. “Dibandingkan dengan ikan tawar lain yang sering tak menentu, ikan lele ini stabil bahkan semakin meningkat 5 tahun terakhir ini,” kata Shaleh.
Menurut Shaleh, pada awalnya  ia hanya menjual lele di tingkat  pembesaran saja. Tapi, dikarenakan indukan dan benih agak sulit dicari yang berkualitas. Ahirnya ia menekuni usaha pembenihan lele.
            Kesulitan memperoleh indukan dan benih yang berkualitas juga dirasakan oleh Amruddin, pembudidaya lele dari Sleman. Dirinya mengaku membeli benih dan indukan dari unit pembenihan rakyat (UPR) setempat. Hanya saja, benih yang dibeli dari UPR ini kualitasnya sekitar 3 tahun terakhir semakin menurun.
            “Beli di UPR saja sekarang sudah gak bagus kualitasnya. Kalau beli ke pembenih, saya ragu sebab terkadang dikawin silang dengan satu keturunan (incest) sehingga pengaruh kepada kualitas dan performanya,” terang Amruddin.
            Semakin menurunnya benih lele di UPR juga diakui Kepala Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Sarifin. Menurutnya,  penurunan kualitas dari lele memang dimungkinkan.
Seperti yang terjadi saat lele dumbo booming di pasaran. Pembenih nakal seringkali melakukan inbreeding antara lele dumbo satu keturunan. Sehingga terjadi penurunan derajat penetasan, pertumbuhan lambat, daya tahan penyakit menurun. Begitupula yang kini terjadi pada Lele Sangkuriang. Penyebaran informasi yang cepat menjadikan benih Lele Sangkuriang banyak dicari dan kebutuhan akan benih juga semakin meningkat.
            Nah, guna mengantisipasi penurunan kualitas dan kejayaan lele di masyarakat, BBAT Sukabumi sebenarnya telah merilis Lele Sangkuriang II sejak tahun 2013 silam sebagai Benih Hibrida berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 28/KEPMEN-KP/2013. Sejak Juni 2014 lalu, pembudidaya sudah bisa memperoleh Lele Sangkuriang II ini.
            “Lele ini merupakan hasil hibrida antara indukan betina strain Sangkuriang I dan jantan strain Afrika. Indukan betinanya sendiri merupakan turunan kedua dari Sangkuriang I sedangkan strain lele Afrika diperoleh dari turunan 1 yang dikembangkan di Thailand,” tutur Sarifin.
Lele Sangkuriang II kini telah didistribusikan dalam bentuk benih ke beberapa kota besar dan menjadi sentra budidaya lele seperti Jawa Barat (Kab. Bogor, Kota Bogor,Kota Depok,Kab. Karawang,  Kab. Tasikmalaya,  Kab. Indramayu, Kab. Bekasi, Kab. Bandung, Kota Bandung, Kota Sukabumi, Kab. Sukabumi, Kab. Cirebon, Kab. Ciamis),  DKI Jakarta (Jakarta  Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Utara), Banten (Kota Tangerang Selatan), Jawa Tengah (Kab. Brebes, Kab. Banyumas) hingga JawaTimur (Kab. Tulungagung).


Ukuranya Lebih Besar

            Indukan strain Afrika diperoleh karena ukurannya yang besar dan bisa mencapai 7 kilogram.  Selain itu, jenis lele generasi awal ini dipilih, karena diharapkan bisa memperbaiki genetis ikan lele dan menghasilkan keturunan berukuran besar.
            Diharapkan strain baru ini menjadi kenyataan saat kelompok peneliti dari BBPBAT Sukabumi melakukan uji coba multilokasi ke beberapa kelompok pembudidaya ikan yang tersebar di Bogor (Jabar), Boyolali (Jateng), Gunung Kidul (DI Yogyakarta), dan Kepanjen (Jatim).
            “Pembudidaya ikan lele sendiri menunjukan respon positif akan kehadiran Lele Sangkuriang II ini sebab dalam usaha budidaya pembesaran sangat baik, sangkuriang II memiliki pertumbuhan yang relatif cepat bila dibandingkan ikan lele strain lain yang telah ada sebelumnya,” tutur Sarifin.
            Ditambahkan Sarifin, masa panen untuk ukuran konsumsi Lele Sangkuriang I relatif lebih lama yakni mencapai 3 bulan, sedangkan Sangkuriang II hanya 2,5 bulan. Sehingga pembudidaya bisa mendapatkan keuntungan yang lebih cepat.
            Meskipun berukuran besar dan cepat tumbuh ternyata konsumsi pakan dari jenis ini lebih hemat dibandingkan dengan jenis sebelumnya yakni hanya 0,85 saja atau dengan kata lain hanya dibutuhkan 0,85 kilogram pakan saja untuk menghasilkan 1 kilogram daging ikan.
            Tingkat survival rate atau harapan hidup dari ikan lele jenis baru ini pun lebih besar daripada Sangkuriang I yakni sekitar 90,8%. Bahkan fekunditas (banyaknya telur) mencapai 97.192 butir telur per kilogram induk. Saat pembesaran, ukuran lele Sangkuriang II ini lebih seragam dan memiliki ukuran yang identik satu sama lain. (lihat table 1)
            Berbudidaya ikan lele Sangkuriang II juga lebih hemat dibandingkan dengan strain lain. Penghematan yang bisa dilakukan oleh pembudidaya sekitar 60%. Apalagi jika ikan dibudidayakan dengan metode bio enzim, tumbuh kembang ikan menjadi lebih cepat bagus serta lebih tahap terhadap penyakit.
            Keuntungan berlipat pun bisa dirasakan oleh pembudidaya ikan Sangkuriang II ini. Berdasarkan analisis usaha yang dibuat oleh BBPBAT Sukabumi, setidaknya selisih Rp 1,350 juta bisa diperoleh pembudidaya (lihat table 2).
            Nah, kehadiran Lele Sangkuriang II ini bisa menjadi pilihan bagi pembudidaya. Apalagi, dengan kelebihan yang disandangnya, diyakini, para pembudidaya Lele Sangkurian II bakal mendapat margin keuntungan lebih baik disbanding membudidaya lele jenis lainnya.

DJPB Tahun 2014 Targetkan Bukukan Investasi Rp 22 Triliun



Ditjen Perikanan Budidaya terus melakukan upaya sinergis untuk menarik investor di bidang perikanan, salah satunya melalui ajang Indonesian Aquaculture (Indoaqua) 2014, pada 26-29 Agustus, di Jakarta mendatang. Diharapkan, dalam pameran akbar itu bisa mampu membukukan investasi sekitar Rp 1 triliun.
            Banyak item budidaya yang akan ditawarkan di ajang Indoaqua 2014. Diantaranya. Budidaya laut, payau (seperti tambak), budidaya air tawar, ikan hias, dan sejumlah potensi perikanan budidaya lainnya.  “Kita harapkan dampak dari ajang Indoaqua tahun 2014 cukup bagus. Sebab, dalam pameran itu umumnya orang akan melihat potensi di setiap provinsi atau daerah.  Baru setelah itu mereka akan tertarik untuk investasi,” kata Dirjen Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto, usai launching Indoaqua 2014, di Jakarta, belum lama ini.
Slamet Soebjakto juga mengungkapkan, di dalam pameran ada juga sejumlah investor yang langsung tertarik untuk menanamkan modalnya. Namun, sejumlah investor yang datang di ajang Indoaqua biasanya tak serta merta melakukan investasi.
“Karena potensi kelautan dan perikanan kita ini masih terbuka, maka kita akan perbanyak pemain atau investor di bidang perikanan budidaya,” kata Slamet Soebjakto.
Dari pengalaman pelaksanaan Indoaqua sebelumnya, lebih dari 60 persen investor yang tertarik menanamkan modalnya di sektor perikanan budidaya adalah investor dalam negeri (penanaman modal dalam negeri/PMDN). Selebihnya adalah investor asing yang sudah melakukan kerjasama dengan perusahaan lokal.
“Kita akan menggaet investor asing untuk bermain di sektor perikanan budidaya,” tegas Slamet.
Menurut Slamet, potensi budidaya laut di tanah air cukup besar. Budidaya laut bisa dijadikan masyarakat sebagai lahan usaha yang prospektif. Hanya saja, masyarakat atau investor yang tertarik mengelola usaha budidaya laut perlu modal yang lebih kuat.
Apalagi, luas indikatif potensi lahan pengembangan budidaya laut nasional sebesar 8,36  juta ha sampai  tahun 2011 baru dimanfaatkan untuk usaha mariculture sekitar 169.292 ha  atau 3,69%.  Diantara budidaya laut yang telah dikembangkan sejumlah investor seperti, budidaya kerapu, bawal bintang, kakap putih, kakap merah, rumput laut, dan sejumlah komoditas lainnya.
Ditjen Perikanan Budidaya akan mendorong terus investasi di bidang budidaya laut. Untuk itu, Ditjen Perikanan Budidaya akan member sejumlah insentif bagi investor berupa kemudahan perizinan, keringan pajak dan sejumlah insentif lainnya.
“Kita secara bertahap akan memperbaiki infrastruktur seperti listrik,jalan,dan pengairan (irigasi),” papar Slamet.
Slamet juga mengatakan, investor, khususnya investor asing perlu kepastian usaha. Karena itu, Ditjen Perikanan Budidaya melalui pemerintah pusat dan daerah membuat kawasan atau zonasi supaya pengusaha yakin usahanya akan berkelanjutan. “Kita juga mendorong supaya pemerintah pusat dan daerah member kemudahan perizinan secara cepat dan efisien,” ujarnya.
Setiap usaha perikanan budidaya yang dikembangkan investor juga akan dilakukan pendampingan teknologi yang telah tersedia. Ditjen Perikanan Budidaya pun akan member bimbingan dan pendampingan dari balai maupun tim ahli.
Hingga saat ini sejumlah investor asing yang tertarik menanamkan modalnya di sektor perikanan budidaya masih minim. “Hanya ada beberapa seperti investor asal China di Batam yang bekerjasama dengan pengusaha lokal merekonstruksi 500 KJA untuk budidaya kerapu,” kata Slamet.
Pastinya, budidaya laut memiliki prospek pasar yang bagus. Seperti rajungan, kekerangan, kerapu, maupun bawal bintang banyak diminati pasar dan nilai ekonominya tinggi. Jika, budiaya laut ini bisa dikelola dengan baik akan mensejahterakan masyarakat dan berpeluang untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya tahun 2014 sebanyak 13,97
juta ton.
Data Ditjen Perikanan Budidaya juga menyebutkan, KKP pada tahun 2015 menargetkan produksi perikanan budidaya sebanyak 17,9 juta ton. Pada tahun yang sama KKP juga menargetakan produksi ikan hias sebanyak 1,7 miliar. Sedangkan pada tahun 2019, KKP menargetkan memproduksi perikanan budidaya sebanyak 31,3 juta ton, dan 2,5 miliar ikan hias.
“Dari banyaknya target produksi itu tentu saja harus didukung dengan adanya penambahan investor di bidang perikanan budidaya,” papar  Slamet.

KKP Bersama WorldFish Susun Rencana Induk Perikanan Budidaya



Pemerintah mendorong keberlanjutan pasokan dan permintaan hasil perikanan di masa depan melalui pengembangan teknologi budidaya yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Hal ini tentu saja diperlukan roadmap pengembangan  perikanan budidaya kurun lima tahun ke depan.
            Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) pun menggandeng WordFish sebagai organisasi nirlaba internasional di Asia untuk bersama-sama menyusun rencana induk budidaya perikanan nasional hingga tahun 2020, melalui proyek penelitian Aquaculture Future Indonesia yang akan dilaksanakan selama delapan belas  bulan.  Organisasi non profit ini akan melihat peranan aquaculture Indonesia ke depan, melakukan serangkaian kegiatan dan identifikasi kebutuhan bahan baku yang disiapkan  Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (Ditjen Budidaya).
            Menurut Dirjen Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto, kerjasama dengan WorldFish sangat menguntungkan bagi Indonesia. “Kerjasama ini mereka yang membiayai, sehingga  kita dapat keuntungan dari kegiatan mereka. Masukan  dari WorldFish akan berguna untuk peningkatan produksi ikan ,” kata Slamet Soebjakto, di Jakarta, belum lama ini.
            WoldFish akan melakukan kegiatan di sejumlah kawasan perikanan budidaya selama 18 bulan. Nah, setelah itu hasil kegiatannya akan dimanfatakan untuk masukan RPJM ke depan. “Ini satu langkah yang awal yang bagus. Kita hanya memberi fasilita sterhadap organisasi internasional nir laba tersebut. Tentu saja kegiatan yang dilakukan akan memberi manfaat untk KKP,” tegas Slamet Soebjakto.
            Menurut Slamet, akuakultur ke depan sangat dihandalkan dalam hal penyediaan stok ikan. Sebab,  kalau stok ikan mengandalkan dari tangkapan kondisinya sudah stagnan. Nah, dalam kondisi seperti ini Indonesia dianggap memiliki peranan penting. “Kita bisa jadi produsen ikan budidaya ke dua setelah China. Kita juga punya lahan yang sangat potensial untuk dikembangkan,” papar Slamet Soebjakto.
            Saat ini Indonesia  sudah diperhitungkan sebagai negara yang secara signifikan menjadi penghasil perikanan budidaya di dunia. Nah, peran ini tentu saja perlu dikawal dengan petunjuk dan sistem yang kuat agar secara efisien dapat menghasilkan ikan yang berkualitas. Skala usaha masyarakat dengan tingkat kepastian iklim usaha yang tinggi pun harus tetap dijaga. 



Ketahanan Pangan
Kerjasama KKP dengan WorldFish akan diarahkan pada kegiatan di beberapa lokasi percontohan perikanan budidaya. Mereka akan mendatangi setiap kawasan percontohan tersebut. Nantinya, dalam kegiatan itu akan tergambarkan berapa besar kebutuhan akuakultur yang diperlukan, serta tingkat konsumsinya berapa berapa besar.
“Karena hasil kegiatan ini akan dimanfaatkan untuk acuan RPJM ke 3 nanti diharapkan kegiatan budidaya yang dilakukan bisa dimasalkan supaya bisa dikembangkan masyarakat untuk ketahanan pangan,” kata Slamet Soebjakto.
Kawasan budidaya yang akan dimanfaatkan untuk kegiatan mereka meliputi kawasan budidaya laut, payau, dan tawar.  “Kali ini baru awal dan masih didiskusikan. Nanti kita akan lanjutkan lokasi mana saja yang akan dimanfaatkan untuk kegiatan. Pastinya, di barat hingga timur ada bermacam-macam  komoditas,” kata Slamet.
Lebih lanjut, ia juga mengatakan, konsep budidaya yang dikembangkan nantinya akn diarahkan untuk ketahanan pangan. Artinya, kegiatan yang dilakukan bisa dimassalkan, menyerap tenaga kerja banyak,  bisa meningkatkan pendapatan masyarakat, dan tetap memperhatikan lingkungan. Diharapkan. Kegiatan ini  bisa menjadi pilot  project perikanan berkelanjutan dan blue economy.
“Kita sudah ada beberapa contoh pengembangan budidaya yang terintegrasi di Lombok Tengah dan Timur. Di kawaan ini ada beberapa komoditi terintegrasi dan sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitanya,” kata Slamet.
Slamet juga mengatakan, meskipun setiap usaha budidaya nantinya bisa dimasalkan, hingga saat ini usaha budidaya masih mengalami persoalan krusial khususnya berkaitan dengan jaminan bebas penyakit,dan bebas cemaran. Untuk itu, proses usaha budidaya perlu dikawal dengan sistem jaminan mutu  seperti Indo GAP (CBIB dan CPIB).  Sementara itu,  efisiensi produksi hanya dapat dilakukan melalui inovasi teknologi, pembentukan usaha melalui kelompok mandiri yang sehat serta intervensi pemerintah dalam membentuk pola usaha yang tangguh.
Di sisi lain,  usaha yang dilakukan pembudidaya sering menghadapi kesulitan finasial yang sangat memerlukan kematangan organisasi dan suntikan modal. Nah, hasil kegiatan  WoldFish ini diharapkan bisa menjadi roadmap  perikanan budidaya dan dapat dijadikan bahan rujukan dalam penentuan RPJM ke depan.

Membiasakan Remaja Mengenal Potensi Pulau Kecil



Pengelolaan pulau-pulau kecil yang dilakukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K)  Kementerian Kelautan  Perikanan (KKP) melibatkan banyak sektor dan banyak orang. Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar dikembangkan dengan pendekatan ketahanan dan keamanan, serta kesejahteraan lingkungan. Sedangkan untuk pulau kecil yang tak berpenghuni, bisa dikelola sebagai kawasan wisata edukasi.
            Menurut Dirjen KP3K KKP Sudirman Saad,  di bidang politik, pulau-pulau kecil terluar menjadi simbol kedaulatan negara dan memegang fungsi pertahanan keamanan sekalgus menjadi pintu gerbang keluar masuknya aliran barang dan orang.  “Karena peran pulau-pulau kecil ini sangat penting bagi entias bangsa, maka mengenalkan pulau-pulau kecil kepada khalayak, khususnya remaja dan mahasiswa menjadi momentum penting  untuk peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pentingnya mengetahui dan membangun lingkungan lut dan pulau-pulau kecil,” papar Sudirman Saad.
            Ditjen KP3K KKP dalam mengelola pulau-pulau kecil selalu melibatkan masyarakat lokal. Hal ini dilakukan agar masyarakat lokal bisa mengembangkan dan membangun pulaunya tanpa bantuan orang lain. Masyarakat lokal selalu diberi kesempatan  berbagai aktivitas  dalam pengelolaan pulau  dan diberi peluang mengembangkan potensi ekonomi  pulau setempat.
            Sementara itu, Direktur Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, Rido M. Batubara mengatakan, pengelolaan pulau-pulau kecil menjadi keniscayaan apabila tak melibatkan masyarakat lokal.  Ia memberikan contoh, di Pulau Tidung Kecil (kawasan Kepulauan Seribu)  tak hanya berfungsi sebagai distinasi wisata bahari dan edukasi saja. Pulau ini juga dimanfaatkan masyarakat setempat untuk mengembangkan potensi ekonominya.
             “Masyarakat di sini bisa melakukan aktivitas penjualan krupuk khas Pulau Tidung Kecil untuk meningkatkan penghasilan mereka. Mereka juga memelihara mangrove yang bisa dijadikan mata pencaharian alternatif dengan menjualnya  sebesar Rp 3.000 per batang,” papar Rido M. Batubara, di Jakarta, belum lama ini.
            Rido M. Batubara juga mengatakan, mengenalkan pulau-pulau kecil kepada remaja dan mahasiswa sangatlah penting.  Hal inilah yang akan dilakukan Ditjen KP3K ke depan, agar para remaja dan mahasiswa lebih mengenal keberadana pulau-pulau kecil sehingga mereka mengetahui pentingnya peran pulau-pulau kecil bagi suatu negara.
            “Kami melakukan ekpos pulau-pulau kecil dengan tema Save Our Small Island sebagai aksi publikasi untuk lebih megenalkan peran dan potensi pulau-pulau kecil kepada siswa, mahasiswa dan genersi muda, serta masyarakat luas,” papar Rido M. Batubara.
            Para remaja dan mahasiswa perlu diberi pengetahuan tentang pulau-pulau kecil sedini mungkin. Fakta menunjukkan,  dari sejumlah remaja dan mahasiswa di Jakarta dan sekitarnya ternyata kurang familiar dengan Pulau Tidung Kecil. Jusru mereka lebih familier dengan mal yang tersebar di Jakarta ini.
            Padahal di pulau-pulau kecil tersimpan berbagai pengetahuan dan keanekaragaman alam yang mungkin tak akan ditemuai di tempat lain. Apalagi di mal. “Kalau di mal, para remaja dan mahasiswa hanya mengenal wisata belanja. Tapi kalau mereka dilibatkan secara aktif di pulau-pulau kecil maka pikiranya akan semakin terbuka luas. Mereka bisa mengetahui potensi wisata bahari, dan edukasi.  Mereka bersama masyarakat melakukan kegiatan tansplantasi karang, menanam mangrove, dan melakukan kegiatan dalam rangka menjaga pantai agar tetap bersih,” papar Rido M. Batubara.



            Lantaran yang meminati kegiatan “Ekspos Pulau- Pulau Kecil”  cukup banyak, Ditjen KP3K sesuai rencana akan mengembangkan kegiatan serupa di pulau kecil lainnya yang tak jauh dai Jakarta. “Kegiatan ini baru pertama kali kita lakukan dan melibatkan banyak elemen masyarakat, seperti Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kepulauan Seribu, Universitas Trilogi, El John Pageants dan Sahabat Alam , dn melibatkan 170 peserta Miss Earth Indonesia, serta siswa SMKN 61 Kepulauan Seibu,” kata Rido M. Batubara.
            Menurut Rido M. Batubara, kegiatan semacam akan menyasar ke pulau-pulau kecil lainnya yang relatif dekat dengan Jakarta. Peserta yang disasar juga remaja se- Jabodetabekjur. Hal ini dilakukan supaya para remaja dan mahasiswa ini peduli terhadap pulau-pulau kecil yang ada di sekitar Jakarta, dan Banten. “Kegiatan ini akan kita kemas dengan menarik dan tak hanya sekedar seremonial,” ujarnya.
            Sebagai bentuk kepedulian terhadap pulau-pulau kecil, ekspos ini mengedepanan kegiatan yang berorientasi  pada keberlanjutan lingkungan pulau-pulau kecil. Tak heran dalam ekpos dilakukan kegiatan  bersih pantai, penanaman mangrove dan transplantasi karang. “Dalam hal menjaga keberlanjutan lingkungan pulau, Pemda DKI Jakarta pun memiliki anggaran. Mereka mempunyai anggaran untuk  pengelolaan transplantasi karang dan mangrove,” kata Rido.